Friday, April 19, 2019

disparitas hasil perhitungan Pilpres 2019

Gw akan ngasih kuliah singkat tentang disparitas hasil perhitungan Pilpres 2019. Kenapa kok bisa terjadi?

Either lo pendukung 01 atau pendukung 02 atau bahkan Golputers, silakan simak. Supaya lo semua bisa tau arah perdebatan luar biasa ini akan bermuara kemana. Dan pada titik apa nantinya akan ada konsolidasi.

Ready? Stay with me. Ini bakal panjang.

====

1. Gw akan mulai dari jumlah TPS dan mekanisme pemungutan suara. Surat suara itu mulai di-vote di level TPS, sekaligus dihitung. Pasca perhitungan di level TPS, surat suara bakal secara berjenjang direkap ke level Kecamatan, lalu Kabupaten/Kota, lalu akhirnya provinsi.

2. Jumlah total TPS itu sekitar 809 Ribu. Keep this in mind, angka ini bakal kepake terus. Artinya akan ada 809 Ribu dokumen perhitungan suara di level TPS. Dokumen ini dikenal dengan sebutan C1.

3. Di level Kecamatan, data perhitungan dari TPS akan terkompres menjadi 7200, dari yang sebelumnya ada 809 Ribu dokumen. Di level Kabupaten/Kota akan terkompres lagi menjadi 514, sedangkan terakhir di level Provinsi terkompres menjadi 34.

4. Perhatikan betapa massive nya dokumen2 ini. Dari 809 Ribu form C1, nantinya akan direkap dan dimampatkan menjadi hanya 34 dokumen level Provinsi. Dari sinilah suara Nasional versi resmi akan dihitung.

5. Oke ya, udah paham gimana suara dihitung dan dokumen yg dibikin. Sekarang kita lanjut.

6. Untuk hari kedua dst, saran gw tinggalkan Quick Count (QC). Why? I tell you. Basis sampling data QC adalah sekitar 2000-4000 TPS. Sebaiknya gw jelasin dulu tentang QC ini.

7. Quick Count, itu sejatinya ngambil data pake basis dokumen C1 di TPS juga. Hanya saja mereka rata2 cuma sanggup meng-cover 2000-4000 TPS aja. Kok gak lebih? Biayanya gede. Pasang orang buat monitoring di TPS segitu banyak itu gak murah. Ada uang lelahnya. Jadi mereka biasa main di max. 4000 TPS. Rata-rata main di 2000 TPS.

8. Oke kita lanjut lagi. Kenapa gw blg tinggalin QC? Karena saat ini, at least per H+1 pilpres, sudah ada 3 (TIGA) SITUS BESAR yang melakukan Real Count atas formulir C1 dengan data masuk sudah lebih dari 5000 TPS. Artinya apa? Sudah jauh di atas jangkauan QC yang cuma 4000 TPS maksimum.

9. Ketiga situs besar itu apa saja? Menurut pantauan gw adalah sbb : KPU, Roemah Djoeang, dan AyoJagaTPS

10. Situs KPU, adalah situs resmi milik pemerintah. Situs Roemah Djoeang adalah data center milik BPN Prabowo Sandi. Sedangkan AyoJagaTPS adalah data center independen yg berbasis pada laporan masyarakat atas form C1 di TPS.

11. Di sini gw mau nunjukin hal menarik. Please stay with me. This is going to be tough.

12. Dari pantauan gw per tgl 18 April 19 jam 23.00 WIB hasil dari Real Count C1 ketiga lembaga tsb adalah sbb :

13. KPU = jumlah data masuk 8400 TPS, unggul Paslon 01

14. Roemah Djoeang = jumlah data masuk 9300 TPS, unggul Paslon 02

15. AyoJagaTPS = jumlah data masuk 23900 TPS, unggul Paslon 02.

16. Jadi secara jumlah TPS yg berhasil di rekap, secara berurutan AyoJagaTPS adalah yg tercepat, diikuti Roemah Djoeang lalu terakhir KPU.

17. Serunya dimana? I tell you.

18. Untuk sementara ini, baik KPU, Roemah Djoeang dan AyoJagaTPS bisa gw bilang masih "sama-sama bener". Kok bisa? Padahal KPU vs Roemah Djoeang itu beda loh hasilnya. Jawabannya : bisa.

19. Kenapa bisa? Karena sampling keduanya masih di tataran jumlah ribuan, belum sampe ratusan ribu. Masih baru sekitar 1% dari total semua C1 yang ada di 809ribu TPS.

20. Sekarang lo bayangin kalo 809 ribu dokumen C1 ini ibarat kue tart yang gede banget. Panjangnya satu meja ruang tamu. Analoginya adalah KPU mulai makan dari sisi kiri, sedangkan Roemah Djoeang makan dari sisi kanan. Sisi kiri banyak kejunya. Sisi kanan banyak cokelatnya. Anggep saja begitu.

21. Nah dengan model begitu, wajar kalo hasil di KPU dan Roemah Djoeang berbeda. Gw menyebutnya belum "konvergen"

22. Loh, terus kapan dong kita bisa pake keduanya apakah udh valid apa blm? Segera. Bayangin kue tart tadi lama2 dimakan dari sisi kiri dan kanan, maka bakal ketemu di tengah. Disitu bakal konvergen.

23. Kelak kalo data masuk sudah di tataran 40%, 50% dan 60% maka harusnya data dari KPU dan Roemah Djoeang akan mulai "konvergen". Dan ketika konvergen disparitasnya tidak lagi spt skrg yg amat sangat lebar.

24. Harap diingat baik KPU maupun Roemah Djoeang sama-sama pegang data C1. Ketika nanti sudah di tataran 60% data masuk msh juga blm konvergen. Maka akan dispute.

25. Ketika ini dispute, bakal dibawa ke MK. Baik Roemah Djoeang maupun KPU akan saling bongkar dan hitung bareng form C1.

26. Jadi kira2 begitu.

======

Sekian kuliah gw siang ini. Semoga pada paham. Dan sekali lg pesen gw, Quick Count is so yesterday. Gak lagi bs jd acuan.

Pantau Real Count C1.

======

Tambahan per 19 April 2019 jam 05.13 WIB :

Mungkin ada yg nanya, RoemahDjoeang dan AyoJagaTPS bisa dapet C1 dari mana? Apakah akurat? Kalo KPU kan resmi.

Jawabannya : akurat

Roemah Djoeang adalah Data Center khusus yg emang dibikin BPN Prabowo Sandi. BPN sengaja menerjunkan tim untuk mengcover TPS. Loh emang cukup orangnya? Cukup.

Lo harus inget bahwa di koalisi nya 02 itu ada PKS. Lepas dari kalian pro/kontra sm PKS, kalian gak bisa abaikan betapa PKS itu sudah diakui oleh parpol2 lain dlm urusan dokumentasi C1. Udah dari dulu.

Tiap kali pemilu, parpol lain malah banyak yg minta data ke PKS.

So, Roemah Djoeang bisa mengcover TPS karena punya gabungan resource sbb : PKS, Tim Internal BPN, Relawan BPN, Relawan Independen.

Sedangkan AyoJagaTPS itu bergerak secara independen sesuai laporan masyarakat. Kalo lo buka situsnya itu, bakal ada pilihan untuk upload C1 disana. Semua orang partisipasi.

Loh, gak valid dong AyoJagaTPS? Bisa aja kan double2 pas rekap C1-nya. Jawabannya : VALID. Mereka juga punya tim screening yg bakal ngecekin tiap upload-an C1.

Segitu dulu updatenya.

#copas

0 komentar:

Post a Comment