Oleh : Nasrudin Joha
Pembantaian biadab dilakukan terhadap umat Islam, yang sedang khusuk beribadah di masjid. Bukan hanya di satu tempat, terjadi di dua masjid Kota Christchurch, Selandia Baru pada Jumat (15/3/2019) pukul 01.40 siang waktu setempat.
Bahkan, Terdapat dua WNI, ayah dan anak, yang terkena tembak di masjid. Kondisi ayah dirawat di ICU dan anak dirawat di ruang biasa di rumah sakit Christchurch Public Hospital. KBRI Wellington terus berkordinasi dengan otoritas setempat, kelompok WNI dan rumah sakit di Christchurch.
Tercatat ada 40 korban tewas, 30 di antara mereka meninggal dunia di masjid Al Noor di dekat Hagley Park, pusat Kota Christchurch. Adapun 10 lainnya tewas di Masjid Linwood, pinggiran kota. Selain korban tewas, ada 20 orang mengalami cedera.
Namun anehnya, semua media massa baik luar negeri maupun didalam negeri koor mengabarkan kejadian ini dengan Framin berjudul 'penembak brutal'. Padahal, suasana teror dan mencekam, jumlah korban yang banyak, serta cara mengeksekusi yang divideokan secara sadis sangat jelas sebagai sebuah aksi terorisme. Beda kelas, sangat beda jauh dengan gaya culun teroris Sibolga yang hanya bermodal bom lontong.
Teroris Selandia baru ini, mengeksekusi dengan senapan mesin serbu. Terdapat juga bom rakitan yang dibawa pelaku. Lantas, kenapa pelaku tidak disebut teroris ? Kenapa cuma disebut penembak brutal ?
Bukankah jika teroris New zeland ini disebut penembak brutal, maka teroris Sibolga cukup disebut penjahat lontong ? Apa yang membuat media dan dunia membuat standar berbeda ?
Jawabnya adalah teroris itu hanya sematan bagi umat Islam. Tudingan jahat kepada umat Islam. Jika korbannya umat Islam, meski jumlahnya hingga puluhan, meski menebarkan teror dan kengerian, meski menggunakan kekerasan, sadisme dan senjata perang, tetap saja tak akan dilabeli teroris.
Satu sisi kami umat Islam, merasa sedih atas tragedi yang menimpa saudara kami di Selandia baru. Sisi yang lain, kami sangat marah kepada dunia yang berbuat zalim kepada kami. Kami umat Islam, menjadi korban sekaligus tertuduh teroris.
Kami, selalu dituding radikal, teroris, pada saat yang sama kami selalu menjadi korban aksi terorisme. Omong kosong terorisme ! Omong kosong hak asasi manusia ! Omong kosong dengan semua standar ganda barat dan anteknya, yang terus memerangi Islam dan kaum muslimin.
Melalui peristiwa ini, kami semakin sadar terorisme hanyalah isu politik. Politik kotor meminjam tangan tangan aparat penegak hukum untuk menindas kebangkitan Islam dan kaum muslimin.
Terorisme adalah alat propaganda barat untuk menghambat kebangkitan Islam politik, yang juga menggunakan kekuasaan para penguasa antek. Jangan pernah percaya isu terorisme, terorisme hanyalah isu politik untuk mendeskreditkan umat Islam. Omong kosong terorisme, terorisme standar ganda tak akan pernah menyasar pada barat dan para anteknya. [].
Pembantaian biadab dilakukan terhadap umat Islam, yang sedang khusuk beribadah di masjid. Bukan hanya di satu tempat, terjadi di dua masjid Kota Christchurch, Selandia Baru pada Jumat (15/3/2019) pukul 01.40 siang waktu setempat.
Bahkan, Terdapat dua WNI, ayah dan anak, yang terkena tembak di masjid. Kondisi ayah dirawat di ICU dan anak dirawat di ruang biasa di rumah sakit Christchurch Public Hospital. KBRI Wellington terus berkordinasi dengan otoritas setempat, kelompok WNI dan rumah sakit di Christchurch.
Tercatat ada 40 korban tewas, 30 di antara mereka meninggal dunia di masjid Al Noor di dekat Hagley Park, pusat Kota Christchurch. Adapun 10 lainnya tewas di Masjid Linwood, pinggiran kota. Selain korban tewas, ada 20 orang mengalami cedera.
Namun anehnya, semua media massa baik luar negeri maupun didalam negeri koor mengabarkan kejadian ini dengan Framin berjudul 'penembak brutal'. Padahal, suasana teror dan mencekam, jumlah korban yang banyak, serta cara mengeksekusi yang divideokan secara sadis sangat jelas sebagai sebuah aksi terorisme. Beda kelas, sangat beda jauh dengan gaya culun teroris Sibolga yang hanya bermodal bom lontong.
Teroris Selandia baru ini, mengeksekusi dengan senapan mesin serbu. Terdapat juga bom rakitan yang dibawa pelaku. Lantas, kenapa pelaku tidak disebut teroris ? Kenapa cuma disebut penembak brutal ?
Bukankah jika teroris New zeland ini disebut penembak brutal, maka teroris Sibolga cukup disebut penjahat lontong ? Apa yang membuat media dan dunia membuat standar berbeda ?
Jawabnya adalah teroris itu hanya sematan bagi umat Islam. Tudingan jahat kepada umat Islam. Jika korbannya umat Islam, meski jumlahnya hingga puluhan, meski menebarkan teror dan kengerian, meski menggunakan kekerasan, sadisme dan senjata perang, tetap saja tak akan dilabeli teroris.
Satu sisi kami umat Islam, merasa sedih atas tragedi yang menimpa saudara kami di Selandia baru. Sisi yang lain, kami sangat marah kepada dunia yang berbuat zalim kepada kami. Kami umat Islam, menjadi korban sekaligus tertuduh teroris.
Kami, selalu dituding radikal, teroris, pada saat yang sama kami selalu menjadi korban aksi terorisme. Omong kosong terorisme ! Omong kosong hak asasi manusia ! Omong kosong dengan semua standar ganda barat dan anteknya, yang terus memerangi Islam dan kaum muslimin.
Melalui peristiwa ini, kami semakin sadar terorisme hanyalah isu politik. Politik kotor meminjam tangan tangan aparat penegak hukum untuk menindas kebangkitan Islam dan kaum muslimin.
Terorisme adalah alat propaganda barat untuk menghambat kebangkitan Islam politik, yang juga menggunakan kekuasaan para penguasa antek. Jangan pernah percaya isu terorisme, terorisme hanyalah isu politik untuk mendeskreditkan umat Islam. Omong kosong terorisme, terorisme standar ganda tak akan pernah menyasar pada barat dan para anteknya. [].
0 komentar:
Post a Comment